Rabu, 05 Maret 2008

Perlengkapan Pendaki Gunung

PERLENGKAPAN PRIBADI

1. Sepatu, ada beberapa tipe sepatu yang dirancang khusus untuk berbagai jenis
perjalanan. Sepatu yang baik adalah yang dapat memberikan perlindungan bagi kaki dan cocok untuk jenis perjalanan.
2. Pakaian, harus dapat melindungi si pemakai dari gangguan medan dan cuaca. Meliputi
pakaian untuk kepala, badan, tangan dan kaki.
3. Perlengkapan tambahan, meliputi bekal makanan / minuman, senter, pisau, perlengkapan menginap / tidur, dll.


PERLENGKAPAN TEKNIK

1. Tali (Rope)
Tali yang dipergunakan dalam pendakian / pemanjatan tebing (climbing rope) bersifat fleksible, elastis dan tahan terhadap beban yang berat. Diameter tali berkisar antara 11, 10 dan 9 mm. Kemampuan menahan beban berkisar antara 1.360 s/d 2.720 kg. Yang biasa digunakan ada dua jenis yaitu : Hawser laid dan Kernmantel

2. Helmet / Crash Hat
Berfungsi sebagai pelindung kepala terhadap benturan benda keras.

3. Harness
Tali tubuh yang berfungsi sebagai sabuk pengaman.

4. Carabineer
Carabineer adalah cincin kait yang berbentuk oval atau D dan mempunyai gate / pintu, terbuat dari allumunium alloy dan mempunyai kekuatan antara 1.500 – 3.500 kg. Carabineer ini ada dua jenis, yaitu : screw gate (berkunci) dan snape gate (tidak berkunci).

5. Sling
Sling terbuat dari webbing tubular. Panjang sekitar 1,5 m dengan lebar 2,5 cm dibentuk menjadi sebuah loop (lingkaran) yang dihubungkan dengan simpul pita.


PERENCANAAN PERLENGKAPAN PERJALANAN

Keberhasilan suatu kegiatan di alam terbuka juga ditentukan oleh perencanaan dan perbekalan yang tepat. Dalam merencanakan perlengkapan perjalanan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah :
1. Mengenal jenis medan yang akan dihadapi (hutan, rawa, tebing, dll)
2. Menentukan tujuan perjalanan (penjelajahan, latihan, penelitian, SAR, dll)
3. Mengetahui lamanya perjalanan (misalnya 3 hari, seminggu, sebulan, dsb)
4. Mengetahui keterbatasan kemampuan fisik untuk membawa beban
5. Memperhatikan hal-hal khusus (misalnya : obat-obatan tertentu)

Setelah mengetahui hal-hal tersebut, maka kita dapat menyiapkan perlengkapan dan perbekalan yang sesuai dan selengkap mungkin, tetapi beratnya tidak melebihi sepertiga berat badan (sekitar 15-20 kg), walaupun ada yang mempunyai kemampuan mengangkat beban sampai 30 kg.

Dari kegiatan penjelajahan, ada beberapa jenis perjalanan yang disesuaikan dengan medannya, yaitu :
1. Perjalanan pendakian gunung
2. Perjalanan menempuh rimba
3. Perjalanan penyusuran sungai, pantai dan rawa
4. Perjalanan penelusuran gua
5. Perjalanan pelayaran

Untuk perjalanan ilmiah dan kemanusiaan, bisa pula dikelompokkan berdasarkan jenis medan yang dihadapi. Dari setiap kegiatan tersebut, kita dapat mengelompokkan perlengkapannya sebagai berikut :

1. Perlengkapan dasar, meliputi :
o Perlengkapan dalam perjalanan / pergerakkan
o Perlengkapan untuk istirahat
2 Perlengkapan tambahan
Perlengkapan ini dapat dibawa atau tergantung evaluasi yang dilakukan (misalnya : semir, kelambu, gaiter, dll).

Mengingat pentingnya penyusunan perlengkapan dalam suatu perjalanan, maka sebelum memulai kegiatan, sebaiknya dibuatkan check-list terlebih dahulu. Perlengkapan dikelompokkan menurut jenisnya, lalu periksa lagi mana yang perlu dibawa dan tidak.
Apabila perjalanan kita lakukan dengan berkelompok, maka check-list nya untuk perlengkapan regu dan pribadi. Dalam perjalanan besar dan memerlukan waktu yang lama, kita perlu menentukan perlengkapan dan perbekalan mana saja yang dibawa dari rumah atau titik keberangktan, dan perlengkapan atau perbekalan mana saja yang bisa dibeli di lokasi terdekat dengan tujuan perjalanan kita.

Pengetahuan yang harus dimiliki penggiat alam bebas

Penggiat Alam Bebas Perlu Miliki Beberapa Kemampuan

Masa liburan biasanya digunakan oleh banyak anggota pencinta alam untuk mendaki gunung. Namun beberapa kali kita melihat atau mendengar musibah yang dialami para pendaki gunung. Banyak musibah menimpa para pendaki di gunung tertentu akibat hilang atau tersesat hingga menimbulkan kematian. Mengapa hal itu bisa terjadi?

Mendaki gunung sebagai kegiatan di alam bebas perlu disadari betul sebagai kegiatan yang berisiko tinggi. Sebab terjadi perubahan penyesuaian diri terhadap lingkungan yang kita datangi. Dari kehidupan di perkotaan yang nyaman dan aman dengan segala fasilitasnya, menuju lingkungan dengan kondisi yang ekstrem. Biasanya kita bermukim di rumah yang nyaman dan sejuk, terhindar dari panasnya matahari, dinginnya malam dan hujan serta tidur di ranjang yang empuk dengan selimut yang menghangatkan. Belum lagi dengan makanan dan minuman yang cepat tersedia dari para pembantu di rumah maupun di tempat jajanan.

Semua itu akan berubah drastis jika kita mendaki gunung. Perbekalan selama mendaki kita bawa dalam ransel yang berat termasuk peralatan dan perlengkapan lainnnya. Tenda untuk berteduh harus didirikan untuk menghindari dinginnya suhu di ketinggian serta angin dan hujan yang sewaktu-waktu datang dengan tiba-tiba. Makanan dan minuman juga harus diolah terlebih dahulu sebelum kita menikmatinya. Belum lagi dengan kondisi lingkungan dalam perjalanan. Hutan yang lebat serta jalan yang menanjak dan tak jarang kita harus melewati pinggiran tebing dengan jurang yang dalam. Dengan situasi seperti itu jelas diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang sebelum kita mendaki gunung dengan nyaman.

Seorang pakar pendidikan alam terbuka, Collin Mortlock, mengatakan bahwa para penggiat alam bebas harus memiliki beberapa kemampuan dalam berkegiatan. Kemampuan itu adalah kemampuan teknis yang yang berhubungan dengan ritme dan keseimbangan gerakan serta efisiensi penggunaan perlengkapan. Sebagai contoh, pendaki harus memahami ritme berjalan saat melakukan pendakian, menjaga keseimbangan pada medan yang curan dan terjal sambil membawa beban yang berat serta memahami kelebihan dan kekurangan dari perlengkapan dan peralatan yang dibawa serta paham cara penggunaannya.

Lalu, kemampuan kebugaran yang mencakup kebugaran spesifik yang dibutuhkan untuk kegiatan tertentu, kebugaran jantung dan sirkulasinya, serta kemampuan pengkondisian tubuh terhadap tekanan lingkungan alam. Berikutnya, kemampuan kemanusiawian. Ini menyangkut pengembangan sikap positif ke segala aspek untuk meningkatkan kemampuan. Hal ini mencakup determinasi/kemauan, percaya diri, kesabaran, konsentrasi, analisis diri, kemandirian, serta kemampuan untuk memimpin dan dipimpin.

Seorang pendaki seharusnya dapat memahami keadaan dirinya secara fisik dan mental sehingga ia dapat melakukan kontrol diri selama melakukan pendakian, apalagi jika dilakukan dalam suatu kelompok, ia harus dapat menempatkan diri sebagai anggota kelompok dan bekerja sama dalam satu tim.

Tak kalah penting adalah kemampuan pemahaman lingkungan. Pengembangan kewaspadaan terhadap bahaya dari lingkungan spesifik. Wawasan terhadap iklim dan medan kegiatan harus dimiliki seorang pendaki. Ia harus memahami pengaruh kondisi lingkungan terhadap dirinya dan pengaruh dirinya terhadap kondisi lingkungan yang ia datangi.

Keempat aspek kemampuan tersebut harus dimiliki seorang pendaki sebelum ia melakukan pendakian. Sebab yang akan dihadapi adalah tidak hanya sebuah pengalaman yang menantang dengan keindahan alam yang dilihatnya dari dekat, tetapi juga sebuah risiko yang amat tinggi, sebuah bahaya yang dapat mengancam keselamatannya.

Perjalanan/Pendakian

PERJALANAN/PENDAKIAN

Mendaki gunung adalah suatu olah raga keras, penuh petualangan dan membutuhkan keterampilan, kecerdasan, kekuatan serta daya juang yang tinggi. Bahaya dan tantangan merupakan daya tarik dari kegiatan ini. Pada hakekatnya bahaya dan tantangan tersebut adalah untuk menguji kemampuan diri dan untuk bisa menyatu dengan alam. Keberhasilan suatu pendakian yang sukar, berarti keunggulan terhadap rasa takut dan kemenangan terhadap perjuangan melawan diri sendiri.

Di Indonesia, kegiatan mendaki gunung mulai dikenal sejak tahun 1964 ketika pendaki Indonesia dan Jepang melakukan suatu ekspedisi gabungan dan berhasil mencapai puncak Soekarno di pegunungan Jayawijaya, Irian Jaya (sekarang Papua). Mereka adalah Soedarto dan Soegirin dari Indonesia, serta Fred Atabe dari Jepang. Pada tahun yang sama, perkumpulan-perkumpulan pendaki gunung mulai lahir, dimulai dengan berdirinya perhimpunan penempuh rimba dan pendaki gunung WANADRI di Bandung dan Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) di Jakarta, diikuti kemudian oleh perkumpulan-perkumpulan lainnya di berbagai kota di Indonesia.

JENIS PERJALANAN / PENDAKIAN
Mountaineering dalam arti luas adalah suatu perjalanan, mulai dari hill walking sampai dengan ekspedisi pendakian ke puncak-puncak yang tinggi dan sulit dengan memakan waktu yang lama, bahkan sampai berbulan-bulan.Menurut kegiatan dan jenis medan yang dihadapi, mountaineering terbagi menjadi tiga bagian :

1. Hill Walking / Fell Walking
Perjalanan mendaki bukit-bukit yang relatif landai dan yang tidak atau belum membutuhkan peralatan-peralatan khusus yang bersifat teknis.

2. Scrambling
Pendakian pada tebing-tebing batu yang tidak begitu terjal atau relatif landai, kadang-kadang menggunakan tangan untuk keseimbangan. Bagi pemula biasanya dipasang tali untuk pengaman jalur di lintasan.


3. Climbing
Kegiatan pendakian yang membutuhkan penguasaan teknik khusus. Peralatan teknis diperlukan sebagai pengaman. Climbing umumnya tidak memakan waktu lebih dari satu hari.Bentuk kegiatan climbing ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Rock Climbing
Pendakian pada tebing-tebing batu yang membutuhkan teknik pemanjatan dengan menggunakan peralatan khusus.
b. Snow & Ice climbing
Pendakian pada es dan salju.

4. Mountaineering
Merupakan gabungan dari semua bentuk pendakian di atas. Waktunya bisa berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Disamping harus menguasai teknik pendakian dan pengetahuan tentang peralatan pendakian, juga harus menguasai manajemen perjalanan, pengaturan makanan, komunikasi, strategi pendakian, dll.

KLASIFIKASI PENDAKIAN

Tingkat kesulitan yang dimiliki setiap orang berbeda-beda, tergantung dari pengembangan teknik-teknik terbaru. Mereka yang sering berlatih akan memiliki tingkat kesulitan / grade yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang baru berlatih.

Klasifikasi pendakian berdasarkan tingkat kesulitan medan yang dihadapi (berdasarkan Sierra Club) :

Kelas 1 : berjalan tegak, tidak diperlukan perlengkapan kaki khusus (walking).
Kelas 2 : medan agak sulit, sehingga perlengkapan kaki yang memadai dan pnggunaan
tangan sebagai pembantu keseimbangan sangat dibutuhkan (scrambling).
Kelas 3 : medan semakin sulit, sehingga dibutuhkan teknik pendakian tertentu, tetapi
tali pengaman belum diperlukan (climbing).
Kelas 4 : kesulitan bertambah, dibutuhkan tali pengaman dan piton untuk anchor/
penambat (exposed climbing).
Kelas 5 : rute yang dilalui sulit, namun peralatan (tali, sling, piton dll), masih
Berfungsi sebagai alat pengaman (difficult free climbing).
Kelas 6 : tebing tidak lagi memberikan pegangan, celah rongga atau gaya geser yang
peralatan (aid climbing).


SISTEM PENDAKIAN

1. Himalayan System, adalah sistem pendakian yang digunakan untuk perjalanan pendakian panjang, memakan waktu berminggu-minggu. Sistem ini berkembang pada pendakian ke puncak-puncak di pegunungan Himalaya. Kerjasama kelompok dalam sistem ini terbagi dalam beberapa tempat peristirahatan (misalnya : base camp, flying camp, dll). Walaupun hanya satu anggota tim yang berhasil mencapai puncak, sedangkan anggota tim lainnya hanya sampai di tengah perjalanan, pendakian ini bisa dikatakan berhasil.
2. System, adalah sistem pendakian yang berkembang di pegunungan Alpen. Tujuannya agar semua pendaki mencapai puncak bersama-sama. Sistem ini lebih cepat, karena pendaki tidak perlu kembali ke base camp, perjalanan dilakukan secara bersama-sama dengan cara terus naik dan membuka flying camp sampai ke puncak.


PERSIAPAN BAGI SEORANG PENDAKI GUNUNG
Untuk menjadi seorang pendaki gunung yang baik diperlukan beberapa persyaratan antara lain :
1. Sifat mental.
Seorang pendaki gunung harus tabah dalam menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan di alam terbuka. Tidak mudah putus asa dan berani, dalam arti kata sanggup menghadapi tantangan dan mengatasinya secara bijaksana dan juga berani mengakui keterbatasan kemampuan yang dimiliki.
2. Pengetahuan dan keterampilan Meliputi pengetahuan tentang medan, cuaca,
teknik-teknik pendakian pengetahuan tentang alat pendakian dan sebagainya.
3. Kondisi fisik yang memadai
Mendaki gunung termasuk olah raga yang berat, sehingga memerlukan kondisi fisik yang baik. Berhasil tidaknya suatu pendakian tergantung pada kekuatan fisik. Untuk itu agar kondisi fisik tetap baik dan siap, kita harus selalu berlatih.
4. Etika
Harus kita sadari sepenuhnya bahwa seorang pendaki gunung adalah bagian dari masyarakat yang memiliki kaidah-kaidah dan hukum-hukum yang berlaku yang harus kita pegang dengan teguh. Mendaki gunung tanpa memikirkan keselamatan diri bukanlah sikap yang terpuji, selain itu kita juga harus menghargai sikap dan pendapat masyarakat tentang kegiatan mendaki gunung yang selama ini kita lakukan.

Lokasi Arung Jeram

Bervariasi dan Menantang


Kondisi alam di Indonesia sangat potensial untuk berkegiatan alam bebas. Salah satu potensi yang sangat menarik dikembangkan adalah kegiatan arung jeram di sungai-sungai yang tersebar hampir di seluruh pelosok nusantara. Sungai-sungai itu mempunyai tingkat kesulitan yang bervariasi, dari tingkat kesulitan kelas I s/d V. Bahkan di beberapa sungai ada jeram yang unrunable alias tak bisa diarungi karena tingkat kesulitannya sangat tinggi dan berbahaya untuk diarungi. Berikut adalah uraian singkat mengenai sungai-sungai yang sudah pernah diarungi yang terletak di berbagai wilayah di Indonesia (Gs).


Sumatera Utara dan Aceh
Sungai Wampu. Terletak di antara dua Kabupaten di Sumatera Utara, Karo dan Langkat. Di kabupaten Karo, hulu sungai ini dikenal dengan nama Lau Biang. Sedang di Langkat dikenal dengan nama sungai Wampu. Airnya yang jernih dan cukup deras, mengalir langsung dari hutan-hutan lebat Taman Nasional Gunung Leuser. Rute utama untuk berarung jeram biasanya dimulai dari desa Kaperas di Marike sampai dengan jembatan Bahorok di Kab. Langkat. Jarak tempuh kurang lebih sepanjang 22 km, waktu tempuh normal 4-5 jam. Tingkat kesulitan antara kelas II - III. Jika ingin rute lebih panjang lagi pengarungan dapat dimulai dari desa Rih Tengah, kab. Karo. Hanya saja perjalanan menuju ke desa ini cukup sulit, disamping harus melewati jalan off road selama 3 jam, harus dilanjutkan pula dengan trekking selama 3 jam. Tetapi jangan khawatir karena anda akan disuguhi pemandangan yang indah di titik awal pengarungan.

Sungai Alas. Sungai ini terletak di dalam TN Gunung Leuser dan mengalir ke arah Aceh Selatan. Sungai ini termasuk sungai yang selalu diimpikan untuk diarungi oleh setiap maniak arung jeram. Tingkat kesulitan jeram-jeramnya antara III s/d IV. Ada beberapa trip yang bisa dipilih. Untuk perjalanan satu hari pengarungan dapat dimulai dari Serkil ke Ketambe atau Natam dekat Kutacane. Jika memang tertarik untuk trip panjang, pangarungan dapat dimulai dari Ketambe ke Gelombang, Aceh Selatan. Jalur ini adalah jalur ekspedisi yang cukup menegangkan sekaligus mengasyikkan, karena melintas hutan tropis selama tiga hari penuh. Di titik-titik perhentian telah disediakan fasilitas pondok-pondok wisata yang dapat digunakan untuk bermalam.

Sungai Tripa. Sungai ini juga terdapat di TN Gunung Leuser. Titik awal pengarungan dimulai dari desa Pasir dan berakhir di desa Tongra, Terangun Aceh Tenggara. Muara sungai Tripa berada di Aceh Barat dan mengalir ke Samudera Hindia. Untuk mencapai desa Pasir dapat melalui Blangkejeren melalui jalan-jalan berlumpur. Tingkat kesulitan berkisar III s/d IV.

Sungai Asahan. Sungai ini mengalir dari mulut Danau Toba melewati Porsea Kab. Asahan dan berakhir di Teluk Nibung, Selat Malaka. Jeram sungai asahan terkenal liar dan deras. Topografi daerah ini bergelombang membuat jeram-jeram di sungai asahan ini menjadi sangat variatif, berombak tinggi, dan panjang. Titik awal dapat dimulai dari Sampuran Harimau yang terletak di desa Tangga di Kab. Asahan dan titik akhirnya di desa Bandar Pulau. Tingkat kesulitan jeramnya bervariasi antara III s/d V. Jeram terbesar dan terganas adalah rabbit hole yang mempunyai grade V.

Sungai Batang Toru. Sungai Batang Toru terletak di wilayah Tapanuli Selatan berhulu di Danau Toba. Mengalir ke arah Barat daya dan bermuara di Samudera Hindia. Sungai ini dikenal juga dengan nama Aek Sigeon oleh orang-orang Tarutung sampai ke hulu, sedang orang di sekitar mura Batang Toru ini menyebutnya dengan nama Aek Sarula. Panjang sungai sekitar 125 km.


Lampung
Way Semangka. Sungai Semangka atau Way Semangka terletak di pingir perbatasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung. Lintasan yang asyik untuk diarungi adalah sepanjang 23 km dengan waktu tempuh antara 5 s/d 7 jam. Kelas jeram berkisar antara kelas II – III+. Pemandangan di sisi sungai sangat menarik terutama di separuh sungai bagian atas. Start dimulai dari desa Tugu Ratu dan finish di Dam Talang Asahan. Untuk mencapai tempat start di Tugu Ratu memakan waktu sekitar 5-6 jam dari Tanjung Karang. Kondisi jalan pada dari Raja Basa, Kota Agung sangat buruk (Mei 2001), tetapi sangat cocok dan menantang untuk para penggemar offroad.


Jawa Barat
Sungai Citarik. Sungai ini cukup terkenal di antara para penggemar pengarung jeram. Terdapat beberapa operator wisata arung jeram di sungai ini. Jeram-jeram di sungai Citarik mempunyai tingkat kesulitan III sampai IV. Kondisi airnya cukup jernih dan relatif stabil sepanjang tahun. Lintasan yang cukup asyik untuk diarungi sepanjang 17 km. Start dapat dimulai dari Parakan Telu desa Cigelong atau dari Pajagan, desa Cigelong. Sedang finish di desa Citangkolo, Cikidang atau di desa Cikadu, Pelabuhan Ratu. Total pengarungan sekitar 4 jam. Namun pada umumnya pengarungan dimulai dari Pajagan dan berakhir di desa Cikadu.

Sungai Cicatih. Sungai Cicatih terletak di Kab. Sukabumi, sungai cukup lebar antara 25 s/d 100 meter. Entry point pertama adalah dari Dam PLTA Ubruk, sedang entry point ke dua dari desa Bojongkerta. Sedang finish di jembatan gantung Leuwilalai. Lama pengarungan sekitar 3 jam jika titik mulai dari DAM Ubruk, jika mulai dari Bojongkerta lama pengarungan sekitar 2 jam. Sungai Cicatih mempunyai jeram-jeram berkelas III s/d IV. Jeram terrbesar adalah jeram gigi yang mempunyai kelas IV. Saat debit air meningkat maka tingkat kesulitan akan naik. Pemandangan di sisi sungai sangat menarik.

Sungai Cikandang. Air sungai Cikandang berasal dari Gunung Cikuray dan Papandayan, terletak di wilayah kabupaten Garut. Sungai ini masih sangat asri dan jauh dari polusi karena jauh dari daerah permukiman. Air sungai Cikandang relatif stabil baik dimusim kemarau ataupun musim hujan. Jeram-jeramnya sungguh menantang karena mempunyai kelas III sampai IV. Titik awal pengarungan dapat dimulai dari kampung Sindang Ratu, desa Cihideung dan berakhir di pesisir pantai selatan di desa Cijayana. Lama pengarungan sekitar 4 jam, jarak tempuh sekitar 15 km.

Sungai Cikaso. Hulu sungai Cikaso berada di daerah pegunungan di Sukabumi utara. Sedang muara sungai ini berada di pantai selatan di daerah Kecamatan Surade, Sukabumi Selatan. Panjang sungai yang sudah diarungi baru sekitar 24 km. Sungai ini mempunyai daya tarik tersendiri, karena di sepanjang aliran sungai banyak ditemui air terjun yang meluncur dari tebing-tebing sungai yang ditumbuhi lumut-lumut hijau. Jeram-jeramnya sangat menantang, dari kelas III s/d kelas VI. Lebar sungai Cikaso bervariasi antara 50 sampai 100 meter. Di jeram Sarongge yang terletak di kampung Cimampar, Cangkuang aliran sungai menyempit di antara tebing-tebing terjal, bahkan di salah satu bagian aliran sungai tertutup runtuhan batu breksi, sehingga tak dapat diarungi. Entry point dimulai dari jembatan Bojong Kecamatan Kalibunder dan finish di jembatan Cikaso kecamatan Tegal Buleud.

Sungai Palayangan. Air sungai Palayangan berasal dari Situ Cileunca yang terletak di Pangalengan, Kabupaten Bandung yang terkenal dengan kesejukannya. Sungai Palayangan mempunyai gradien tinggi sehingga arus sungai cukup kencang. Lebar sungai antara 5-10 meter dengan kelokkan tajam. Airnya dingin, jernih dan bersih. Kelas jeram berkisar antara III – IV. Panjang lintasan sungai yang dapat diarungi adalah 4 km. Jeram paling menarik dengan gradient tinggi adalah jeram Kecapi. Pemandangan sangat indah , sungai ini terletak di lembah di antara hutan pinus dan perkebunan teh.

Sungai Cianten. Sungai ini terletak di Kabupaten Bogor. Hulu sungai berada dari hutan-hutan di kawasan Taman Nasional Halimun. Sungai Cianten merupakan anak sungai Cisadane. Aliran air sungai cukup stabil, karena di atas lokasi start Batu Beulah merupakan Dam yang berfungsi untuk PLTA. Kelas sungai berkisar antara II+ - III. Kelas kesulitan dapat meningkat saat tinggi muka air naik. Panjang sungai yang dapat diarungi saat tinggi muka air bagus sekitar 13 km sampai di titik pertemuan dengan sungai Cisadane. Pada umumnya start dimulai dari Batu Beulah dan berakhir di Jembatan Leuwiliang.

Sungai Cisadane. Untuk para pengarung jeram pemula, sungai Cisadane merupakan pilihan yang tepat untuk berarung jeram. Letaknya tak jauh dari kota Bogor. Aliran air berasal dari dari kawasan hutan-hutan di Gunung Salak. Panjang sungai yang asyik dan biasa diarungi adalah sepanjang 9 km dengan tingkat kesulitan sungai II+ - III. Waktu tempuh sekitar 2 jam. Titik awal dimulai dari jembatan Ciampea dan berakhir di kampung Pasir, sekitar satu jam pengarungan dari titik pertemuan sungai Cianten – Cisadane.


Jawa Timur.
Sungai Brantas. Sungai Brantas cukup menarik untuk penggemar arung jeram. Jeram-jeramnya mempunyai kelas antara II - III. tetapi kalau air sungai sedang naik di beberapa jeram akan meningkat kesulitannya terutama di jeram yang dikenal dengan jeram Suud. Titik awal pengarungan biasanya dimulai dari Gang Sembilan Gadang sampai ke daerah Dam Blobo atau daerah Karang Duren, Malang. Pengarungan memakan waktu sekitar 3 jam.


Jawa Tengah
Sungai Progo. Hulu sungai Progo berada di lembah diantara dua gunung, Sindoro dan Sumbing. Mengalir ke arah selatan, membelah dua propinsi, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Arusnya cukup deras dan sangat fluktuatif terutama pada musim hujan. Pada kondisi normal jeram-jeram di sungai ini sungguh menantang dan mempunyai tingkat kesulitan antara kelas II s/d V. Entry point dapat dilakukan dari beberapa tempat. Titik pertama adalah dari Taman Kyai Langgeng di Kota Magelang, titik kedua Jembatan Tempuran Kabupaten Magelang, titik ke tiga jembatan Borobudur, Mendut, titik ke empat jembatan Klangon. Titik akhir biasanya sampai di Dam Ancol, Kabupaten Sleman. Jarak total etape Kyai Langgeng, Magelang ke Dam Ancol, Yogyakarta sekitar 40 km. Etape paling menantang adalah antara jembatan Klangon dan Dam Ancol dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Setiap pengarung jeram harus waspada dengan hujan yang cukup deras, karena ketinggian air dapat secara tiba-tiba naik dan mengakibatkan banjir bandang.
Sungai Elo. Anak sungai Progo yang berhulu di lereng barat gunung Merbabu. Airnya lebih jernih dibanding sungai Progo. Jeramnya bervariasi antara tingkat kesulitan II – III. Pemandangan di sisi kanan kiri sungai masih asri dan menarik. Pengarungan dimulai dari Jembatan Blondo, Magelang, dan berakhir di Mendut, atau di sekitar titik pertemuan antara Progo dan Elo. Lama pengarungan sekitar 2,5 jam dan jarak tempuh 8 km.

Sungai Serayu. Terletak di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Panjang sungai yang biasa diarungi lebih dari 16 km. Sungai Serayu sangat mudah dijangkau karena terletak di pinggir jalan raya yang menghubungkan kota Wonosobo dan Banjarnegara, sehingga start awal dapat dimulai dari beberapa titik antara lain adalah dari jembatan di desa Blimbing, dan desa Tunggoro (Kab. Wonosobo), serta desa Prigi (Kab.)Banjarnegara, sedang finish berada di desa Singomerto (Kab. Banjarnegara). Jeram jeram di sungai ini mempunyai kelas antara II sampai IV. (Gs)

Sabtu, 01 Maret 2008

Tingkat Kesulitan dalam Arung Jeram

Tingkat Kesulitan dalam Arung Jeram

Dalam arung jeram, selain ketidaklengkapan peralatan pengaman dan kurangnya pengetahuan dasar, kesalahan menyiasati sungai berjeram sangat berpotensi menimbulkan petaka. "Masing-masing sungai memiliki tingkat kesulitan berbeda-beda," kata Lody Korua. Karena itu, tingkat keterampilan seseorang ikut menentukan karakter sungai macam apa yang boleh diarungi jeram-jeramnya.
Menurut American Whitewater Affiliation's (AWA), ada enam kelas sungai berdasarkan tingkat kesulitannya dilihat dari besar-kecilnya riam.
Kelas I, adalah easy. Aliran airnya cepat dengan riam kecil. Ada halangan di sana-sini, tapi pada prinsipnya mudah diarungi dengan sedikit latihan.

Kelas II, novice. Ada sedikit riam serta lorong lebar dan lurus. Pada tempat-tempat tertentu diperlukan manuver, tapi riam kecil dan batuan mendongak dengan mudah dilalui oleh pendayung terlatih.

Kelas III, intermediate. Aliran dengan riam sedang dan tidak beraturan yang mungkin sulit untuk dihindari. Cipratan air yang terjadi bisa membanjiri perahu. Berhubung harus melakukan manuver yang rumit dalam arus yang deras, perlu pengendalian kapal oleh pendayung mumpuni. Gelombang besar dan hempasan jeram bisa muncul, tetapi bisa dihindari. Contoh kelas ini adalah Sungai Ayung di Bali dan Citarik di Sukabumi, Jawa Barat, meski ada yang menilainya masuk kelas III plus.

Kelas IV, advanced. Beriam sangat cepat dengan hole dan bebatuan, tapi bisa diprediksi kelakuannya. Diperlukan pengendalian khusus terutama dalam pusaran air. Manuver yang dilakukan sangat cepat dan penumpang harus siap di bawah tekanan. Contoh untuk kelas ini adalah Sungai Sa'dang di Sulawesi Selatan.

Kelas V, expert. Sungai ini memiliki riam panjang dan besar dengan gelombang serta hole yang tidak bisa dihindari. Sungai kelas ini sangat riskan untuk dibisniskan. "Kalau pun boleh, perlengkapannya harus benar-benar aman bagi penumpangnya," tambah Lody.

Kelas VI, merupakan kelas tertinggi, extreme. Sangat berbahaya dan tim penyelamat harus siap siaga. Kelas ini hanya khusus bagi pengarung jeram yang benar-benar pakar.
Pemahaman kelas sungai sangat penting, sebab seperti halnya manusia, itulah karakter dan jiwa sungai. Dengan memahami dan mengerti kelas sungai, pengarung jeram tidak seperti masuk sungai tak bertuan.

Arung Jeram Bukan Olahraga Maut

Arung Jeram Bukan Olahraga Maut

Berbagai kabar kecelakaan yang menelan korban jiwa dalam kegiatan olahraga arung jeram masih membayang dalam benak ketika muncul ajakan menjajal olahraga air yang dicap sebagai "olahraga maut" itu. Bayangan itu makin kuat manakala pemandu arung jeram di Sungai Citarik, Jawa Barat, menyampaikan briefing menjelang pengarungan sungai itu dimulai. Ketika aba-aba "Maju!" diteriakkan si pemandu, nyali terpaksa dikuat-kuatkan untuk mengusir bayangan menyeramkan itu.

Napas pun lega sesampai di garis finis. Ternyata olahraga mengarungi jeram-jeram sungai deras di atas perahu karet itu tak seseram yang dibayangkan. Bahkan muncul excitement yang tak terperikan nikmatnya untuk dirasakan. Pemandangan sekitar sungai yang berhulu di kaki Gunung Halimun dan jauh berbeda dengan suasana di kota itu pun menjadi kenikmatan lain. Alhasil, sayang kalau ajakan ikut merasakan sensasi berarung jeram itu ditolak.

Akibat kesalahan elementer

Tak mengherankan kalau kebanyakan orang serta merta menolak ajakan mengikuti kegiatan olahraga rafting ini. Sebab, ia sudah telanjur dicap sebagai olahraga "pembawa maut" menyusul berbagai event olahraga yang dipopulerkan di tanah air sejak 1970-an acap berakhir dengan timbulnya korban jiwa. Citarum Rally yang diselenggarakan kelompok pencinta alam dari Bandung, misalnya, berakhir dengan menelan tujuh korban jiwa, sekaligus!

Penyebab peristiwa tragis itu sangat elementer dan naif. Para peserta minim pengetahuan, pengalaman, dan peralatan penunjang. Minimnya pengetahuan tampak pada peserta yang mengikat tubuhnya pada perahu. "Begitu perahu terbalik, mereka tak bisa berbuat apa-apa. Alhasil, seluruh penumpangnya meninggal," ujar Lody Korua, direktur utama PT Lintas Jeram Nusantara, pengelola biro wisata arung jeram, Arus Liar, antara lain untuk Sungai Citarik, Jawa Barat. Ibarat orang yang baru belajar naik sepeda motor, tiba-tiba langsung ikut balapan, tanpa perlengkapan memadai lagi! "Kalau perlengkapannya memadai, paling-paling yang hancur motor dan perlengkapannya. Tapi ini, helm saja tidak pakai. Ya, wajar dong kalau timbul korban," tambah pria mantan pengarung jeram profesional dari Mapala UI.

Reputasi olahraga arung jeram di tanah air langsung terpuruk dengan adanya peristiwa-peristiwa itu. Perkembangannya pun lalu tersendat-sendat. Berbagai izin perlombaan dipersulit, bahkan sempat dilarang.

Ketika pada 1980-an beberapa kelompok orang mencoba menghidupkan kembali kegiatan olahraga ini, korban masih saja berjatuhan, beruntun lagi! Penyebabnya sama, soal keterampilan dan peralatan. Atau, kesalahan menyiasati karakter sungai berjeram yang diarungi (baca pula Lain Jeram Lain Pengarungnya).

Masih belum "kapok" juga, sekitar awal dekade 1990-an, kata Lody, diselenggarakan Lomba Kali Progo II. Izin dari polisi maupun pemda setempat tak ada, tapi pihak berwenang juga tidak melarang. "Bikin saja, kita pura-pura tidak tahu," demikian kata mereka. Lomba itu pun pada akhirnya menyisakan cerita tragis tentang meninggalnya empat orang: dua penonton dan dua peserta sewaktu latihan. Penonton yang tewas itu karena ikut-ikutan berarung jeram menggunakan ban dalam mobil!

Lembaran hitam masih terus membayangi kegiatan itu. Sebulan setelah peristiwa di Kali Progo, ekspedisi Sungai Mamberamo - gabungan Kopassus dan sebuah klub pecinta alam - menambah panjang daftar noktah hitam dunia arung jeram dengan meninggalnya tujuh anggota ekspedisi. Dua korban sempat ditemukan mayatnya, lainnya hilang.

Ketinggalan 10 tahun

Dari segi risikonya, arung jeram memang termasuk olahraga high risk. "Namun olahraga ini 'kan sama saja dengan olahraga menantang maut lainnya, semisal terjun payung," kata Lody. Jadi, kalau mau jujur, kesalahan bukan terletak pada olahraganya, tetapi manusianya! Apalagi, Lody mengakui, dunia arung jeram Indonesia sebenarnya terlambat 10 tahun dibandingkan dengan negara lain macam Amerika Serikat, misalnya. Selama itu tentu sudah banyak diterbitkan buku pintar soal arung jeram. "Tapi mungkin kendala bahasa membuat kita belajar sendiri," ungkap lelaki berusia kepala empat ini.

Di AS rafting termasuk olahraga populer, dan bahkan laris dibisniskan. Di Colorado, misalnya, bisnis di bidang ini termasuk penyumbang terbesar pendapatan negara bagian itu. Bahkan, olahraga air ini sempat menggugah inspirasi sutradara Curtis Hanson untuk menjadikannya sebagai setting background dalam film River Wild yang dibintangi Meryl Streep. "Arung jeram bukan seperti sepeda gunung yang mengikuti trend saja," kata suami Amalia Yunita ini.

Sementara arung jeram di beberapa negeri lain sudah begitu maju dan bahkan menyumbang devisa, di tanah air malah menghasilkan korban. Maka suatu ketika berkumpullah para pencinta dan pelaku arung jeram dari berbagai klub guna membentuk wadah organisasi yang kemudian diberi nama Federasi Arung Jeram Indonesia. Wadah ini mencoba menyatukan persepsi tentang seluk-beluk olahraga arung jeram di antara mereka.

Sebelumnya, menurut Lody, masing-masing klub memiliki pengertian dan persepsinya sendiri. Malah ada yang punya pandangan, penyebab kecelakaan itu gara-gara unsur supranatural. "Kalau ada korban di sungai anu, ada yang bilang, 'Wah, sungainya angker!' Aneh 'kan itu?" cerita Lody sembari menambahkan, hingga saat ini sudah terbentuk delapan pengda (pengurus daerah).

Bersamaan dengan itu pada tahun 1992 bisnis arung jeram mulai menapak. Tapi sebenarnya, cikal bakal bisnis arung jeram sudah dimulai oleh Sobek International di penghujung dekade 1980-an. Ketika itu mereka menggarap jeram Sungai Alas di Aceh. (Sobek International yang bermarkas di Colorado, AS, terdiri dari sekumpulan rafter profesional yang melanglang buana mencari jeram potensial untuk dibisniskan. Setiap kali menemukan jeram potensial, mereka akan mendidik guide alias pemandu dari daerah sekitar sampai terampil sebelum mereka pergi mencari jeram baru di tempat lain.)

Mulanya, peminat arung jeram kebanyakan para ekspatriat dan wisatawan asing yang sudah mengenal lebih dulu olahraga itu di negeri asalnya. Para ekspatriat inilah yang mendorong Lody mulai membisniskan jeram. "Saya sudah memiliki dua perahu dan teman-teman warga asing di Jakarta itu siap membantu pendanaannya. Mereka juga yang meyakinkan saya, ketika saya pesimistis dengan bisnis ini," cerita Lody, kelahiran Surabaya dan besar di ibukota. Namun lambat laun olahraga arung jeram memancing minat orang kita untuk mencoba.

Kunci selamat, aba-aba pemandu

Arung jeram sebenarnya perpaduan antara olahraga, rekreasi, petualangan, dan pendidikan. Unsur rekreasi terletak pada usaha mengatasi rasa takut. Selain itu, alam sekitar sungai juga menyuguhkan pemandangan yang lain dengan suasana keseharian bagi orang kota; suasana yang bisa menyegarkan pikiran yang sehari-hari sarat dengan rutinitas. Berbasah-basah ria sambil terpapar sinar matahari merupakan sensasi rekreatif lain yang jarang dialami dalam kehidupan sehari-hari.

Peminat arung jeram, apalagi yang baru pertama kali nyebur, rata-rata merasa gamang. Mereka was-was menghadapi kemungkinan terlempar dari perahu. Karena itu pengarung jeram dituntut selalu waspada untuk siap menerima situasi yang tak terduga. Inilah antara lain sifat kepetualangannya.

Unsur pendidikan terletak pada tuntutan kerja sama antarpenumpang perahu. Dalam arung jeram tak dikenal istilah penumpang VIP atau bukan VIP. Semua sama-sama menggunakan helm, memegang dayung, dan menggunakan pelampung. Semua harus tunduk pada aba-aba sang pengemudi alias pemandu yang duduk di belakang karena dialah yang bertanggung jawab atas keselamatan penumpang.

Tak mudah untuk bisa menjadi pemandu arung jeram. Dalam situasi ekstrem, ia dituntut mampu melajukan perahu tanpa bantuan penumpang lain. Arus Liar, misalnya, melatih para pemandu selama dua bulan untuk latihan dasar. Tapi itu pun tergantung kemampuan individu. "Ada yang selama delapan bulan masih menjalani pelatihan," kata anak tunggal Wim Korua dan A.D.R. Rambitan itu. Selama itu mereka belum boleh membawa penumpang tapi hanya mengapungkan perahu rescue. "Dengan begitu mereka tahu daerah mana saja yang rawan dan bagaimana tindakan penyelamatannya," tambah Lody.

Sebagai pemandu, mereka dituntut untuk menularkan ilmunya kepada peserta arung jeram dalam waktu sekitar seperempat jam. Langkah ini sangat menentukan sukses tidaknya pengarungan nantinya. Kepiawaian pemandu mengurangi rasa takut, menekankan pentingnya kerja sama, dan meminta partisipasi tenaga calon penumpang akan sangat membantunya, terutama ketika melewati jeram berbahaya.

Kunci keselamatan dalam berarung jeram hanya satu, ikuti instruksi pemandu. Aba-aba itu tidak banyak, maju, mundur, kiri, kanan, stop, dan boom. "Maju" atau "mundur" berarti mendayung perahu ke depan atau ke belakang. "Kiri" atau "kanan" artinya hanya penumpang sisi kiri atau sisi kanan perahu yang boleh mendayung. "Stop" memerintahkan seluruh penumpang berhenti mendayung dan dalam posisi siap, yakni dayung (padle) dipangku dan ujungnya dipegang dengan telapak tangan. Sedangkan boom itu aba-aba untuk menyuruh penumpang merunduk karena di depan ada alangan yang mengancam kepala penumpang.

Di luar itu, pengetahuan soal perilaku sungai amatlah penting. Apa yang ditulis oleh Raymond Bridge, salah seorang gembong arung jeram dunia, menyuratkan hal itu, "Hal paling penting menyelamatkan nyawa selama rafting adalah mengenali diri sendiri serta memperhatikan sesuatu yang belum diketahui. Sungai punya berbagai tipu daya ... pelajari hal itu dengan seksama."

Dari sebuah buku pintar rafting ada hal yang harus diingat selama berarung jeram, yakni RIDE: Read (membaca), Identify (mengenal), Decide (memutuskan), Execute (melaksanakan). Jadi, selama berjam-jam berarung jeram, setiap penumpang dituntut selalu waspada terhadap jalur pengarungan sambil mengenali medan di sekitarnya. Pada saat tertentu mereka harus menentukan tindakan sambil melaksanakannya, semisal aba-aba dari kapten (kapten merupakan istilah yang biasa dipakai dalam arung jeram profesional. Sedangkan dalam wisata arung jeram, kapten disebut pemandu).

Kejadian di Sungai Unda, Klungkung, Bali, awal 1996 bisa menjadi cermin, betapa petaka di sungai seperti pencuri yang datang tanpa permisi. Dua puluh delapan penumpang dalam enam perahu cerai-berai lantaran air deras tiba-tiba saja datang dari buritan. Tiga wisatawan asing asal Hongkong tewas dan sekurangnya empat wisatawan lainnya cedera. Petaka terjadi lantaran di daerah hulu sungai turun hujan deras. Padahal, cuaca di tempat mereka berarung jeram cukup cerah.

Dari mulut ke mulut

Saat ini sudah banyak perusahaan wisata arung jeram. Namun, menurut Lody, banyak pula yang sudah tinggal nama. Di Jakarta saja ada sekitar lima perusahaan antara lain Arus Liar, BJ's Rafting, dan Cherokee. Mereka menggarap jeram-jeram sungai di Jawa Barat, seperti Sungai Cimandiri, Citarik, dan Cikandang. Sementara di Bali, bisnis jeram yang sudah sejak 1988 ada sekitar sembilan operator dengan daerah operasi Sungai Ayung dan Unda.

Tidak gampang memang membisniskan jeram. Tak bisa pula dipungkiri, arung jeram lebih berisiko dibandingkan dengan olahraga menantang maut lainnya, semisal bungy jumping. Perilaku alam menjadi tantangan yang harus dijinakkan. Untuk itu pengenalan karakter dan jeram sungai menjadi sangat vital dan bisa memakan waktu lama. Sobek Bina Utama di Bali, misalnya, menghabiskan waktu dua tahun untuk pengenalan dan uji coba sampai akhirnya bisa "menjual" jeram Sungai Ayung (27 km utara Denpasar) kepada wisatawan.

Peminat olahraga wisata arung jeram harus merogoh kocek relatif dalam. Sebagai gambaran, wisata arung jeram di Sungai Citarik, Sukabumi, misalnya, mereka harus membayar Rp 97.000,- per kepala untuk paket setengah hari (jarak tempuh 11 km), atau Rp 175.000,- per kepala untuk paket dua hari (23 km). Semua itu paket biaya di akhir pekan atau hari libur, sudah termasuk fasilitas perlengkapan arung jeram, pemandu, makan siang, minuman di perjalanan, transporatsi lokal, asuransi, dan sertifikat. Mahasiswa mendapat biaya khusus, kecuali hari libur. Satu perahu memuat minimal empat orang di luar pemandu.

Perlengkapan yang harus dibawa peserta berupa sandal gunung, T-shirt, celana, kacamata hitam, krim pelindung matahari, dan baju ganti.

Awalnya, pangsa pasar arung jeram adalah wisatawan asing. Itu sebabnya arung jeram di Bali sudah sejak lama bisa dijual.

Sedangkan bisnis arung jeram di sungai-sungai di Jawa Barat itu pada saat yang sama belum menjanjikan. Antara lain karena peminat arung jeram, yang sebagian besar warga Jakarta, baru bisa melakukan kegiatannya pada akhir pekan atau hari libur.

Namun, setelah pasar atau peminat mulai tumbuh - tidak terbatas warga asing - muncullah BJ's Rafting yang mencoba mengelola bisnis arung jeram di Sungai Citarik setelah melakukan survai selama 1990 - 1993. Kegiatan arung jeram di sungai itu pun dulunya dilakukan oleh pencinta arung jeram yang sesekali melibatkan warga asing. Begitu pasar semakin tumbuh - lewat promosi dari mulut ke mulut atau brosur yang dibagikan ke berbagai perusahaan di sepanjang Jl. Thamrin dan Jl. Sudirman, Jakarta - bermunculanlah perusahaan wisata arung jeram. Salah satunya Arus Liar, yang merupakan "sempalan" dari BJ's Rafting.

Sebenarnya banyak sungai berjeram di Indonesia yang berpotensi untuk dijual. Di Jawa Tengah, selain Sungai Progo, ada Sungai Serayu yang belum lama ini digunakan sebagai ajang lomba arung jeram. Di Lumajang, Jawa Timur, terdapat Sungai Ireng-ireng dan sudah mulai dilirik investor.

Kamis, 28 Februari 2008

Etika Penelusuran Gua

Etika Penelusuran Gua

Penelusuran gua merupakan kegiatan kelompok ,karenanya dalam setiap penelusuran tidak dibenarkan seorang diri.Jumlah minimal untuk sebuah eksplorasi gua adalah 4 orang.Hal ini didasarkan atas pertimbangan, jika terjadi kecelakaan pada salah satu anggota kelompok ,satu orang dibutuhkan untuk menjaga , dua orang untuk mempersiapkan pertolongan (rescue), atau kalau tidak mungkin, cari pertolongan kepada penduduk.


Sebelum memasuki gua , hal harus yang dilakukan adalah meninggalkan pesan kepada orang lain : berapa orang,tujuan gua yang akan dimasuki,bagian mana yang dimasuki,berapa lama dan lain2. Kemudian tinggalkan seorang pengamat diluar gua .Orang ini sangat berguna untuk memberikan peringatan,jika terjadi sesuatu diluar gua.Misalnya hujan lebat yang dapat mengakibatkan banjir dalam gua. Kalau tidak mungkin ,pelajarilah keadaan cuaca terakhir didaerah tsb,jugadisiplin waktu yang disepakati.


Hal lain yang harus diperhatikan ,yaitu membawa makanan dan minuman.Paling penting kondisi badan harus selalu fit disaat melakukan penelusuran gua.Sikap terbaik adalah menyadari kemampuan diri sendiri dan tidak memaksakan diri untuk menelusuri gua, jika kondisi atau kemampuan tidak memungkinkan.


Satu hal yang harus diresapi dan disadari oleh setiap penelusur gua yaitu masalah konservasi. Jangan mengambil apapun, jangan meninggalkan apapun dan jangan membunuh apapun. Setiap buangan yang ditinggalkan akan merusak lingkungan biologis,karena gua bisa menjadi sangat rapuh,misalnya karena sampah karbit.


Bawalah semua sampah keluar gua dan buang ketempat pembuangan sampah.Setiap kerusakan yang ditimbulkan oleh penelusur adalah tindakan tercela,karena untuk merusakan benda2 dalam gua misalnya staglagmit dan staglatit hanya butuh beberapa detik, sedangkan proses pembentukan benda membutuhkan waktu ribuan bahkan jutaan tahun.

jika prinsip2 diatas disadari dan dilaksanakan oleh setiap penelusur gua, maka semboyan: Take nothing but picture,leave nothing but footprint, kill nothing but time, akan terasa semakin berarti.